Aceh اچيه |
Provinsi |
 Mesjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh |
|
Semboyan: "Pancacita" (dari bahasa Sanskerta yang artinya "Lima cita-cita") |
 Peta lokasi Aceh |
Negara | Indonesia |
Hari jadi | 7 Desember 1959 |
Dasar hukum | UU RI No. 24/1956 UU RI No. 44/1999 UU RI No. 18/2001 UU RI No. 11/2006(Pemerintahan Aceh) |
Ibu kota | Banda Aceh (duluKoetaradja) |
Koordinat | 1º 40' - 6º 30' LU 94º 40' - 98º 30' BT |
Pemerintahan |
• Gubernur | dr. H. Zaini Abdullah |
Area |
• Total | 58.375.63 km2(22,538.96 mil²) |
Populasi (2010)[1] |
• Total | 4,494,410 |
• Kepadatan | 77/km2 (200/sq mi) |
Demografi |
• Suku bangsa | Aceh, Gayo, Aneuk Jamee,Singkil, Alas, Tamiang,Kluet, Simeulue, Sigulai,Lekon, Haloban, Pakpak,Nias[2] |
• Agama | Islam (98,19%), Kristen(1.12%), Katolik (0,07%),Hindu (0,003%), Budha(0,16%), Konghucu(0,0008%), lain-lain (0,006%)[3] |
• Bahasa | Aceh, Gayo, Aneuk Jamee,Singkil, Alas, Tamiang,Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon,Nias dan Indonesia.[4] |
Zona waktu | WIB |
Kabupaten | 18[5] |
Kota | 5[6] |
Kecamatan | 276[7] |
Desa/kelurahan | 6.455[8] |
Lagu daerah | Bungong Jeumpa |
Situs web | www.acehprov.go.id |
Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya
penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17,
Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan
Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas penjajah
Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat
konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).
[9] Persentase penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai
syariah Islam.
[10] Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan
sejarah.
[11]
Sejarah
Asal nama
Aceh pertama dikenal dengan nama
Aceh Darussalam (1511–1959), kemudian
Daerah Istimewa Aceh (1959–2001),
Nanggroë Aceh Darussalam (2001–2009), dan terakhir
Aceh (2009–sekarang).
[13] Sebelumnya, nama
Aceh biasa ditulis
Acheh,
Atjeh, dan
Achin.
Jaman prasejarah
Aceh telah dihuni manusia sejak zaman
Mesolitikum, hal ini dibuktikan dengan keberadaan situs Bukit Kerang yang diklaim sebagai peninggalan zaman tersebut di kabupaten
Aceh Tamiang. Selain itu pada situs lain yang dinamakan dengan Situs Desa Pangkalan juga telah dilakukan ekskavasi serta berhasil ditemukan artefak peninggalan dari zaman Mesolitikum berupa kapak
Sumatralith, fragmen gigi manusia, tulang badak, dan beberapa peralatan sederhana lainnya. Selain di kabupaten Aceh Tamiang, peninggalan kehidupan prasejarah di Aceh juga ditemukan di dataran tinggi
Gayo tepatnya di Ceruk Mendale dan Ceruk Ujung Karang yang terdapat disekitar Danau Laut Tawar. Penemuan situs prasejarah ini mengungkapkan bukti adanya hunian manusia prasejarah yang telah berlangsung disini pada sekitar 7.400 hingga 5.000 tahun yang lalu.
Jaman kerajaan
Jaman kerajaan Hindu-Buddha
Sebagaimana daerah lain di kepulauan
Nusantara, Aceh juga pernah mengalami masa berkembangnya agama
Hindu dan
Budha yang datang dari daratan benua
Asia. Pada masa itu di Aceh telah diwarnai dengan adanya beberapa kerajaan kecil yang berdasarkan agama tersebut misalnya
Indrapuri,
Indra Patra dan
Indra Purwa semuanya di
Aceh Besar.
Masuknya Islam

Letak Kerajaan Samudra Pasai
Masih terjadi silang pendapat terkait persoalan dari sejak kapan
Islam pertama sekali disebarkan ke Aceh. Sebagian berpandangan sudah dimulai dari sejak masa kekhalifahan Utsman bin Affan
[14] sebagai khalifah ketiga setelah kerasulan Muhammad SAW.
Terkait Islam yang datang ke Aceh,
Snouck Hurgronje dengan teori
Gujaratnya menyebut Islam yang datang ke sana bukanlah Islam yang dibawa Muhammad, tetapi Islam yang sudah berkembang matang. Bukan Islam dari al Quran dan Hadits, melainkan Islam dengan kitab-kitab Fiqh dan dogmanya dari 3 abad kemudian.
[15]
Sebagian lagi, ada yang berpandangan bahwa Islam yang datang ke Aceh justru sudah dimulai dari sejak tahun pertama Hijriyah (618 M). Satu pandangan yang menurut penulis buku Tasawuf Aceh merupakan pandangan tidak masuk akal. Alasan yang dikemukakannya adalah pada masa tersebut; ada kevakuman antara wahyu pertama (610 M) dengan wahyu kedua kepada Muhammad selama 2,5 tahun. Ditambah dengan masa berdakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan Muhammad selama 3 tahun. Dengan demikian baru pada tahun ke-7 masa kenabiannya baru dimulai dakwah secara terang-terangan.
[16]
Tetapi sedikitnya persoalan demikian bisa ditelusuri dari keberadaan kerajaan pertama bercorak Islam di Aceh, Kerajaan Perlak yang didirikan pada 1 Muharram 225 Hijriyyah.
[17]
Kesultanan Aceh

Wilayah Kesultanan Aceh di masa jayanya
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari
Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada
abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau
Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (
Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (
1496 -
1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Pada tahun
1824,
Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun
1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah
Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Perang Aceh

Mayor Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak di bawah pohon kelumpang di depan
Masjid Raya Baiturrahman dalam Perang Aceh I
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan
perang terhadap Aceh pada
26 Maret 1873, dimulai dari kedatangan Jenderal J.H.R Kohler dengan jumlah pasukan sebanyak 3.198, termasuk 168 perwira KNIL
[18].
Setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun
1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada
1892 dan
1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Bahkan, pada hari pertama perang berlangsung, 1 unit kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen harus mengalami 12 tembakan meriam dari pasukan Aceh
[19].
Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun
1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun
1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh
Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para
Ulama Aceh sampai akhirnya
jepang masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan
Nusantara.
Jaman penjajahan
Bangkitnya nasionalisme
Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat
Volksraad (parlemen) dibentuk,
Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur
Sumatra pertama,
Mr. Teuku Muhammad Hasan).
Saat
Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun
1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada
9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.
Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh
Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat
Lhokseumawe.
Pasca kemerdekaan Indonesia

Teungku Muhammad Daud Beureu'eh, ulama pemimpin perjuangan DI/TII Aceh
Sejak tahun
1976, organisasi pembebasan bernama
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari
Indonesia melalui upaya
militer. Pada
15 Agustus 2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi baru.
Darul Islam / Tentara Islam Indonesia
Aceh yang semula bergabung dengan Indonesia dengan jaminan
Soekarno akan menerapkan syariat Islam, merasa kecewa karena syariat Islam tidak dijadikan sebagai landasan negara. Sehingga pada tanggal 13 Muharram 1372 H/
21 September 1953 M, Teungku
Muhammad Daud Beureu'eh atas nama rakyat Aceh mengumumkan bergabung dengan Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh
Kartosoewirjo.
[20]
Gerakan Aceh Merdeka

Panglima GAM, Abdullah Syafi'i bersama laskar Inong Balee
Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di
Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti Ahtisaari.
Politik dan pemerintahan
Sistem Pemerintahan Indonesia

Kabupaten dan Kota di Aceh
Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:
1 | Kabupaten Aceh Barat | Meulaboh | T. Alaidinsyah | 2.927,95 | 172.896 | 12 | 321 |
2 | Kabupaten Aceh Barat Daya | Blangpidie | Jufri Hasanuddin | 1.490,60 | 125.991 | 9 | 132 |
3 | Kabupaten Aceh Besar | Kota Jantho | Mukhlis Basyah | 2.969,00 | 350.225 | 23 | 609 |
4 | Kabupaten Aceh Jaya | Calang | Azhar Abdurrahman | 3.812,99 | 76.892 | 6 | 172 |
5 | Kabupaten Aceh Selatan | Tapak Tuan | Sama Indra | 3.841,60 | 202.003 | 16 | 369 |
6 | Kabupaten Aceh Singkil | Singkil | Makmur Syahputra Bancin | 2.185,00 | 102.213 | 10 | 127 |
7 | Kabupaten Aceh Tamiang | Karang Baru | Hamdan Sati | 1.956,72 | 250.992 | 12 | 128 |
8 | Kabupaten Aceh Tengah | Takengon | Nasaruddin | 4.318,39 | 175.329 | 14 | 268 |
9 | Kabupaten Aceh Tenggara | Kutacane | Hasanuddin Beruh | 4.231,43 | 178.852 | 11 | 164 |
10 | Kabupaten Aceh Timur | Idi Rayeuk | Hasballah M. Thaib | 6.286,01 | 359.280 | 21 | 580 |
11 | Kabupaten Aceh Utara | Lhoksukon | Muhammad Thaib | 3.236,86 | 529.746 | 27 | 1.160 |
12 | Kabupaten Bener Meriah | Simpang Tiga Redelong | Tagore Abubakar | 1.454,09 | 121.870 | 7 | 232 |
13 | Kabupaten Bireuen | Bireuen | Ruslan M. Daud | 1.901,20 | 389.024 | 17 | 514 |
14 | Kabupaten Gayo Lues | Blang Kejeren | Ibnu Hasyim | 5.719,58 | 79.592 | 11 | 97 |
15 | Kabupaten Nagan Raya | Suka Makmue | T. Zulkarnaini | 3.363,72 | 138.670 | 5 | 213 |
16 | Kabupaten Pidie | Sigli | Sarjani Abdullah | 3.086,95 | 378.278 | 22 | 946 |
17 | Kabupaten Pidie Jaya | Meureudu | Gade Salam | 1.073,60 | 132.858 | 8 | 215 |
18 | Kabupaten Simeulue | Sinabang | Riswan NS | 2.051,48 | 80.279 | 8 | 135 |
19 | Kota Banda Aceh | - | Illiza Sa'aduddin Djamal | 61,36 | 224.209 | 9 | 80 |
20 | Kota Langsa | - | Usman Abdullah | 262,41 | 148.904 | 5 | 52 |
21 | Kota Lhokseumawe | - | Suaidi Yahya | 181,06 | 170.504 | 4 | 67 |
22 | Kota Sabang | - | Zulkifli H Adam | 153,00 | 30.647 | 2 | 18 |
23 | Kota Subulussalam | - | Merah Sakti Kombih | 1.391,00 | 67.316 | 5 | 74 |
| Jumlah | | | 57.956,00 | 4.486.570 | 264 | 6.656 |
Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh

Meuligoe, tempat kediaman gubernur Aceh
Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeun.
Demografi
Suku bangsa

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh
Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut:
Aceh (50,32%),
Jawa (15,87%),
Gayo (11,46%),
Alas (3,89%),
Singkil (2,55%),
Simeulue (2,47%),
Batak (2,26%),
Minangkabau (1,09%), lain-lain (10,09%)
[23] Namun sensus tahun 2000 ini dilakukan ketika Aceh dalam masa konflik sehingga cakupannya hanya menjangkau kurang dari setengah populasi Aceh saat itu. Masalah paling serius dalam pencacahan ditemui di kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara, dan tidak ada data sama sekali yang dikumpulkan dari kabupaten Pidie. Ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten dengan mayoritas suku Aceh.
[24]
Berdasarkan sensus BPS 2010 diperoleh hasil 10 suku bangsa terbesar di Aceh, yaitu:
[25]
No | Suku Bangsa | Jumlah | Persentase |
1 | Suku Aceh | 3.160.728 | 70,65 |
2 | Suku Jawa | 399.976 | 8,94 |
3 | Suku Gayo | 322.996 | 7,22 |
4 | Suku Batak | 147.295 | 3,29 |
5 | Suku Alas | 95.152 | 2,13 |
6 | Suku Simeulue | 66.495 | 1,49 |
7 | Suku Aneuk Jamee | 62,838 | 1,40 |
8 | Suku Tamiang | 49.580 | 1,11 |
9 | Suku Singkil | 46.600 | 1,04 |
10 | Suku Minangkabau | 33.112 | 0,74 |
11 | Lain-lain | 89.172 | 1,99 |
Bahasa
Agama
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama
Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya
suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.
Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama
Kristen yang dianut oleh pendatang suku
Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku
Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.
Vihara Dharma Bhakti di Banda Aceh
Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini
Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja.
[26] Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam diproduksi pasca kenabian selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.
[27]
Pendidikan
Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari RI, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada Ujian Akhir Nasional 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.
Aceh juga memiliki sejumlah perguruan tinggi yaitu:

Tugu Darussalam yang menandakan pendirian Kopelma Darussalam
Negeri
Swasta
Seni dan Budaya

Rumoh Aceh, rumah adat Aceh di Museum Aceh
Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:
Sastra
- Bustanussalatin
- Hikayat Prang Sabi
- Hikayat Malem Diwa
- Legenda Amat Rhang Manyang
- Legenda Putroe Neng
- Legenda Magasang dan Magaseueng
Senjata tradisional
Rencong adalah
senjata tradisional
suku Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan
bismillah. Rencong termasuk dalam kategori
belati.
Rumah Tradisional
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan
Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu
seuramoë keuë (serambi depan),
seuramoë teungoh (serambi tengah) dan
seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu
rumoh dapu(rumah dapur).
Tarian
Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti
Tari Rateb Meuseukat dan
Tari Saman.
Tarian Suku Aceh
Tarian Suku Gayo
Tarian Suku Alas
Tarian Suku Melayu Tamiang
Makanan Khas

Mi Aceh tumis dengan daging
Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain
timphan,
gulai bebek,
kari kambing yang lezat, Gulai
Pliek U dan
meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten
Pidie yang terkenal gurih, dodol
Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (
boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada,
Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh. Di
Pidie Jaya terkenal dengan kue khas
Meureudu yaitu
adèe. Sedangkan di kabupaten
Aceh Utara lazim kita temukan kuliner khas lainnya yaitu
martabak durian yang lezat. Kuliner
Bireuen yang paling terkenal adalah
sate matang yang merupakan sate daging sapi atau kambing yang dibakar yang pada awalnya berasal dari kota
Matang Glumpang Dua. Makanan khas
Kota Langsa yang sangat terkenal hingga ke seluruh Indonesia adalah Sop Sumsum yaitu berupa sop tulang daging sapi yang berisi sumsum di dalam tulangnya dan tulang daging sapi tersebut telah dipotong untuk dapat dinikmati sumsumnya menggunakan sedotan atau menuangnya langsung ke atas piring. Sop Sumsum tulang daging sapi ini disajikan panas dengan potongan-potongan daging sapi yang diracik dengan sangat gurih dan lezat menggunakan racikan bumbu khas Aceh. Sementara kuliner khas Aceh yang juga sangat terkenal bahkan hingga ke mancanegara adalah
Mie Aceh, sejenis mie kuning basah yang diracik dengan bumbu khas nan pedas.
Iklim
Geografi
Perekonomian
Sumber daya alam
Perbankan
Aceh terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.
Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan menguntungkan.
Industri
Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya
Pertambangan
- Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
- Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat,
- Batu gamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan
Pariwisata
Sebelum bencana tsunami
26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di
Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di
Samudera Hindia maupun
Selat Malaka.
Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di
Aceh Utara,
Aceh Timur,
Bireuen,
Aceh Barat dan
Aceh Selatan.
Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.
Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di
Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7
kabupaten/
kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (
TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektare tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di
Aceh Utara,
Pidie,
Bireuen dan
Aceh Timur.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap
kabupaten/
kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Pasca-tsunami 2004

Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50
ton). Selain itu, 38 unit
TPI rusak berat dan 14.523
hektar tambak di 11
kabupaten/
kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.

Kapal
PLTD Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat
Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di
Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
Lainnya
Pahlawan

Cut Nyak Dien ketika ditangkap Belanda
Bangsa
Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam
perang Aceh, serta kuburan
Kerkoff Peucut yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan
Belanda terluas di luar Negeri Belanda).
Pahlawan Perempuan
Pahlawan Pria
Tokoh asal Aceh
- Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.